JAKARTA - Fenomena kecanduan gadget pada anak dan remaja di Indonesia kian mengkhawatirkan.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, dari 68 juta remaja berusia 10 hingga 24 tahun, sekitar 34 persen mengalami ketergantungan pada perangkat digital.
Kondisi ini tidak hanya menimbulkan rasa kesepian, tetapi juga menyebabkan satu dari empat remaja mengalami stres hingga berdampak pada kesehatan mental. Melihat hal tersebut, literasi digital di kalangan orangtua menjadi faktor penting agar anak tidak larut dalam penggunaan gadget yang berlebihan.
Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menegaskan bahwa orangtua harus dibekali literasi digital agar mampu membimbing buah hati menggunakan gadget secara bijak. Literasi digital bukan sekadar tahu cara memakai perangkat, melainkan bagaimana memanfaatkannya secara produktif sekaligus aman.
“Idealnya memang seperti itu (orangtua meliterasi dirinya secara mandiri), tapi ini biasanya dilakukan oleh orangtua yang canggih. Tidak semua orangtua dalam keadaan ideal, sehingga perlu introduksi dari negara, sosialisasi tentang literasi digital, atau dari komunitas yang paham dan mau berbagi,” jelas Firman
Dukungan dari Berbagai Pihak
Firman menilai, literasi digital orangtua tidak bisa tercapai hanya dengan upaya pribadi. Peran pemerintah, komunitas, hingga lembaga pendidikan juga sangat dibutuhkan agar pemahaman soal dunia digital bisa lebih merata. Edukasi ini akan membantu orangtua mendampingi anak, terutama ketika mereka mulai aktif menggunakan gadget dan mengakses internet.
Lebih dari sekadar pemahaman teknis, literasi digital juga mencakup kemampuan mengarahkan anak ke aktivitas yang lebih sehat. Orangtua dituntut untuk mampu memberikan panduan, termasuk menjelaskan bahwa internet tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga bisa digunakan untuk hal-hal produktif.
“Jadi diajarkan internet tidak hanya untuk hiburan saja, tapi banyak penggunaan produktif di baliknya,” ujar Firman.
Bahaya Interaksi Palsu dengan Gadget
Menurut Firman, anak yang terlalu intens berinteraksi dengan gadget berpotensi merasakan kesepian meskipun selalu sibuk dengan perangkat digital. Interaksi semu inilah yang pada akhirnya bisa memicu kecanduan.
“Bahwa sampai ada pengguna anak atau remaja yang kecanduan gadget dan mengalami kesepian itu bisa terjadi karena adanya interaksi intens dengan gadget yang terbilang palsu,” imbuhnya.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan jika anak tidak memiliki aktivitas lain yang lebih bermakna. Ketika gadget menjadi satu-satunya sumber hiburan, anak akan sulit melepaskan diri dari layar.
Alternatif Aktivitas di Dunia Nyata
Selain membekali diri dengan literasi digital, Firman menyarankan agar orangtua menciptakan kegiatan menyenangkan di dunia nyata. Aktivitas fisik atau interaksi sosial secara langsung sangat penting agar anak tidak hanya terpaku pada gawai.
“Orangtua tentunya harus membuat relasi yang tidak kalah menarik dengan apa yang ditawarkan oleh perangkat digital, misalnya bermain di luar rumah atau bermain bersama teman-temannya,” terang Firman.
Dengan begitu, anak akan belajar menyeimbangkan waktu antara dunia digital dan aktivitas nyata. Pendekatan ini sekaligus membantu membangun ikatan emosional antara orangtua dan anak.
Komunikasi Hangat dari Keluarga
Kepala BKKBN, Wihaji, menambahkan bahwa komunikasi dalam keluarga berperan besar dalam mencegah anak terjebak kecanduan gadget. Ketika anak merasa didengar, dihargai, dan diperhatikan, mereka akan lebih terbuka terhadap arahan positif dari orangtua.
Menurut Wihaji, dukungan keluarga sangat penting mengingat dampak buruk kecanduan gadget yang bisa memicu stres dan masalah kesehatan mental pada remaja. Dengan komunikasi yang hangat, anak tidak hanya mendapat rasa aman, tetapi juga motivasi untuk menggunakan teknologi secara lebih bijak.
Literasi Digital sebagai Investasi Jangka Panjang
Membangun literasi digital orangtua tidak hanya bermanfaat bagi anak saat ini, tetapi juga menjadi bekal jangka panjang. Di era serba digital, kemampuan ini bisa melindungi keluarga dari berbagai risiko, mulai dari kecanduan, paparan konten negatif, hingga ancaman kejahatan siber.
Dengan pengetahuan yang tepat, orangtua bisa mengarahkan anak agar menjadikan internet sebagai ruang belajar, kreativitas, dan eksplorasi positif, bukan sekadar sarana hiburan yang membuat ketergantungan.
Kecanduan gadget pada anak tidak bisa diatasi hanya dengan membatasi waktu penggunaan, melainkan juga melalui pendampingan yang tepat. Literasi digital orangtua menjadi kunci utama, ditambah dukungan dari pemerintah, komunitas, serta komunikasi hangat dalam keluarga. Dengan kombinasi tersebut, anak dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas digital, sehat secara mental, dan bijak dalam menggunakan teknologi.