
JAKARTA - Transisi energi menuju sumber yang lebih bersih kian mendesak, dan panas bumi muncul sebagai salah satu pilihan strategis.
Indonesia, dengan potensi geotermal yang sangat besar, tengah menyiapkan langkah besar untuk menjadi produsen listrik panas bumi terbesar di dunia pada 2030. Ambisi ini bukan tanpa alasan, mengingat cadangan panas bumi nasional mencapai 23.742 megawatt (MW), sebuah angka yang menempatkan Indonesia di barisan terdepan dalam pemanfaatan energi terbarukan.
Dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang listrik panas bumi baru mencapai 2.744 MW, atau sekitar 11,55%. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi kedua dunia setelah Amerika Serikat yang telah membangun kapasitas 3.937 MW. Artinya, ruang pengembangan masih terbuka lebar dan peluang ekonomi di sektor ini begitu menjanjikan.
Baca Juga
Robert Reeves, Team Leader Geophysics Team dari Earth Sciences New Zealand, menegaskan bahwa peluang Indonesia begitu besar. “Potensi panas bumi setara 23,7 GW sekitar 40% dari total global,” jelasnya. Ia menambahkan, pengalaman melihat langsung lapangan panas bumi Blawan Ijen milik PT Medco Cahaya Geothermal pada pertengahan September 2025 lalu semakin meyakinkannya bahwa Indonesia sedang berada di jalur tepat.
"Yang paling membuat saya bersemangat adalah peluang Indonesia untuk menjadi pemimpin global dalam pengembangan panas bumi berkelanjutan, dan saya percaya di sinilah terdapat potensi kuat untuk kolaborasi serta dukungan dari Selandia Baru," katanya.
Menurut Reeves, kerja sama kedua negara bisa memanfaatkan pengalaman panjang dalam pengembangan panas bumi, baik dalam hal berbagi pengetahuan, teknologi, maupun kemitraan dengan masyarakat. Selandia Baru sendiri sudah memanfaatkan energi ini sejak 1958, memanfaatkan kondisi geologi yang berada di perbatasan dua lempeng tektonik.
Kini, panas bumi menyumbang 20% kebutuhan listrik di Selandia Baru. Sumber energi lainnya berasal dari air, minyak bumi, gas alam, angin, batubara, biomassa, hingga tenaga surya. Bagi Indonesia, pengalaman Selandia Baru bisa menjadi inspirasi dalam memperluas pemanfaatan energi panas bumi, bukan hanya untuk listrik, tetapi juga sektor industri.
Sebagai perbandingan, Indonesia telah mengoperasikan PLTP pertama, yaitu PLTP Kamojang–Darajat di Jawa Barat sejak 1983. Kini kapasitas terpasangnya telah mencapai 235 MW. Meski perjalanan masih panjang, langkah ini membuktikan bahwa pemanfaatan panas bumi bukan hal baru bagi Indonesia.
Seperti banyak negara lain, Indonesia menghadapi tekanan untuk menyediakan energi yang bersih dan andal. Panas bumi menawarkan keunggulan yang sulit ditandingi sumber energi lain. Misalnya, panas bumi bisa menyediakan daya beban dasar (baseload power) secara konsisten sepanjang waktu. Ini berbeda dengan tenaga surya dan angin yang bergantung pada kondisi cuaca.
Keunggulan lain adalah efisiensi penggunaan lahan. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) hanya memerlukan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan bendungan hidro, ladang surya, atau ladang angin. Lebih dari itu, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pun sangat rendah.
“Ini juga membuat geotermal adalah sumber energi ideal untuk mencapai ambisi ketahanan energi dan net zero emission,” ujar Reeves.
Selain menghasilkan listrik, pemanfaatan panas bumi juga bisa membuka peluang bagi industri lain. Misalnya untuk pengeringan kayu dan pengolahan pangan, sebagaimana yang sudah lama dilakukan di Selandia Baru. Hal ini memberi manfaat langsung tidak hanya bagi perusahaan energi, tetapi juga bagi masyarakat dan komunitas adat setempat.
"Ini adalah area di mana Indonesia dan Selandia Baru dapat bekerja sama untuk menjajaki dan merencanakan bagaimana pengembangan panas bumi bisa memicu pertumbuhan industri lokal yang lebih luas," lanjut Reeves.
Agar pengembangan geotermal berjalan lebih cepat, pemerintah diharapkan bisa memperkuat beberapa aspek penting. Antara lain, kebijakan untuk menurunkan risiko eksplorasi, kerangka kerja yang memastikan keterlibatan masyarakat, penerimaan sosial yang baik, serta insentif bagi investor energi terbarukan.
Juliet Ann Newson, Direktur Iceland School Energy, turut menekankan pentingnya strategi transisi energi. Menurutnya, peralihan ke energi terbarukan tidak akan berlangsung cepat atau mudah. Namun, pemanfaatan geotermal sangat diperlukan untuk memperkuat sistem energi bersih.
“Selain strategi pemerintah dan industri di belakang program ini, dukungan masyarakat yang paling penting mendorong perubahan,” kata Juliet.
Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Tenaga ahli di bidang geotermal perlu meningkatkan pendidikan agar mampu melihat gambaran lebih luas terkait industri ini, termasuk kebutuhan energi, dampak sosial, dan aspek keberlanjutan.
Dengan kombinasi dukungan kebijakan, kesiapan industri, dan peran masyarakat, Indonesia berada di jalur yang menjanjikan untuk menjadikan panas bumi sebagai pilar utama energi bersih. Jika dikelola dengan tepat, bukan mustahil ambisi menjadi produsen listrik panas bumi terbesar dunia bisa terwujud pada 2030 mendatang.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Purbaya Ungkap Harga Asli LPG, Pertalite, dan Subsidi
- 01 Oktober 2025
2.
Mendagri Tito Hadiri Akad Massal KPR 26.000 Rumah
- 01 Oktober 2025
3.
Serikat Buruh Usul Rasio Upah Karyawan dan Direksi Dalam RUU
- 01 Oktober 2025
4.
Ray Dalio Temui Prabowo, Tetap Dukung Danantara Secara Sukarela
- 01 Oktober 2025
5.
Kementrian Haji Buka Rekrutmen Petugas Haji 2026 Mulai November
- 01 Oktober 2025